Sabtu, 29 Maret 2008

MANAJEMEN SDM

PENDAHULUAN

Salah satu sumber daya yang penting dalam manajemen adalah sumber daya manusia atau human resources. Pentingnya sumber daya manusia ini, perlu disadari oleh semua tingkatan manajemen. Bagaimanapun majunya teknologi saat ini, namun faktor manusia tetap memegang peranan penting bagi keberhasilan suatu organisasi. Menurut Buchari Zainun (2001, hal. 17), manajemen sumber daya manusia merupakan bagian yang penting, bahkan dapat dikatakan bahwa manajemen itu pada hakikatnya adalah manajemen sumber daya manusia atau manajemen sumber daya manusia adalah identik dengan manajemen itu sendiri.

PENGERTIAN

Beberapa pengertian tentang manajemen sumber daya manusia, antara lain :
§ Manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan kegiatan-kegiatan, pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi, dan masyarakat. (Flipo, 1989)
§ Manajemen sumber daya manusia adalah sebagai penarikan, seleksi, pengembangan, penggunaan dan pemeliharaan sumber daya manusia oleh organisasi. (French dalam Soekidjo, 1991)

Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan proses pendayagunaan manusia atau pegawai yang mencakup; penerimaan, penggunaan, pengembangan dan pemeliharaan sumber daya manusia yang ada.
KONSEPS TENTANG SDM

Perubahan konsepsi tentang sumber daya manusia atau pandangan terhadap pekerja dalam kerangka hubungan kerja pada organisasi.

Pekerja dianggap sebagai Barang Dagangan.
Sekitar pertengahan abad ke 19 berkembang anggapan bahwa manusia kerja atau pekerja dianggap sebagai barang dagangan. Pekerja diperlakukan sebagai salah satu faktor produksi yang dapat diperjualbelikan untuk dijadikan alat produksi. Anggapan ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain pekerja tidak mungkin menjual daya atau tenaganya. Bahkan dalam pemanfaatan SDM ini, pekerja harus tunduk kepada beberapa hal yang ada diluar dirinya, seperti disiplin dan kekuasaan majikannya, pegawai lain, penggunaan dan pengembangan pegawai, yang diarahkan untuk tercapainya tujuan organisasi.

Pekerja dianggap sebagai SDM.
Adanya anggapan bahwa sering terjadinya pemborosan dalam pemanfaatan sumber daya manusia atau pekerja. Keadaan ini berpengaruh terhadap pencapaian tujuan dari organisasi, dan juga penghasilan pekerja itu sendiri. Selain pemborosan, juga faktor-faktor yang berkaitan dengan kelalaian pekerja, misalnya terjadi kecelakaan serta biaya pengembangan kemampuan atau kompensasi SDM. Semuanya merupakan biaya yang harus diperhitungan dalam menghitung biaya produksi. Biaya tersebut sering disebut sebagai biaya sosial yang harus ditanggung bersama-sama oleh pihak-pihak yang bersangkutan, seperti masyarakat, pemilik usaha dan pekerja sendiri. Biaya sosial ini kadang-kadang dapat melebihi biaya produksi.

Pekerja dianggap sebagai Mesin.
Pada akhir abad 19 dan permulaan abad ke-20, dengan munculnya konsep manajemen ilmiah (Scientific Management), antara lain proses manajemen lebih mengutamakan produktivitas pekerja. Manajemen mengutamakan pada pengukuran kerja dan kualitas kerja, analisa pekerjaan sampai kepada hal-hal yang sangat detail dalam pekerjaan. Pada situasi ini, pimpinan menempatkan pekerja tak ubahnya sebagai mesin, karena pekerjaan yang bersifat rutin, dan pekerjaan rutin pada prinsipnya dapat dikerjakan oleh mesin. Konsepsi SDM yang demikian tidak ubahnya menganggap bahwa pekerja itu sama dengan barang dagangan. Karena SDM dianggap seperti mesin, maka penggunaan pekerja tersebut diusahakan sama seperti mesin dengan mengutamakan produktivitasnya tanpa memandang segi-segi kemanusiaan seperti; pikiran, perasaan, dan tata nilai manusia lainnya.

Pekerja dianggap sebagai Manusia.
Sebagai reaksi terhadap pandangan yang menganggap dan memperlakukan manusia kerja sebagai mesin atau alat yang tidak manusiawi, maka muncul pandangan yang cenderung kadang-kadang terlalu manusiawi. Teori Y dari McGregor mempunyai relevansi tinggi dengan pandangan yang berwatak manusiawi. Dalam hal tertentu pandangan ini memang dapat berhasil yaitu bilamana kualifikasi pekerjanya sudah cukup tinggi, namun akan gagal bilamana manusianya dipandang dan diperlakukan secara manusiawi itu tanpa kendali sama sekali. Selanjutnya muncul gerakan hubungan manusia (human relations movement) yang dipelopori oleh Elton Mayo, Dickton dan sebagainya. Kelompok ini memandang bahwa dalam manajemen tidak semata-mata berdasar atas rasa kemanusiaan saja, tetapi secara ilmiah dapat dilakukan observasi terhadap pekerja. Selain itu pekerja mempunyai sistem saraf dan alat perasa lainnya sebagaimana manusia lainnya, dan juga ingin menempati kedudukan sosial yang layak dalam masyarakat. Pada tahapan ini, pandangan terhadap pekerja pada dasarnya ingin memanusiakan manusia pekerja, dan disarankan suapaya pekerja diperlakukan yang wajar dan manusiawi, dengan lebih memperhatikan perasaan-perasaan manusianya.




Pekerja dianggap sebagai Partner
Sebagai kelanjutan konsepsi tentang pekerja yang harus dimanusiakan, kemudian berkembang konsep partnership. Konsepsi ini pada prinsipnya ingin menjembatani perbedaan atau pertentangan antara pemilik usaha dengan pekerjanya. Disini ditekankan bahwa pemilik usaha tidak mungkin menjalankan sendiri usahanya tanpa bantuan orang lain atau pekerja, demikian pula sebaliknya pekerja tidak bisa melakukan kegiatan atau pekerjaan bilamana tidak ada pemilik usaha. Untuk itu perlu adanya kerjasama yang merupakan suatu sistem yang bermanfaat untuk terjadinya partnership. Konsep partnership ini dikembangkan oleh Ouchi dengan Teori Z yang saat ini banyak diterapkan pada manajemen Jepang. Secara mendasar konsep ini ingin menerapkan, bahwa pekerja supaya tidak tunduk sepenuhnya kepada kekuasaan manajemen yang absolut, akan tetapi memandang pekerja sebagai bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari manajemen itu sendiri. Pekerja mempunyai hak yang sama untuk berperan aktif dalam mencapai tujuan organisasi, seperti halnya kelompok ahli dan kelompok manajemen lain terlibat dalam pengambilan keputusan dan menentukan kebijaksanaan penting organisasi. Karena itu konsep partnership ini sering juga dinamakan ko-determinasi (co-determinas).

PROSES MANAJEMEN SDM

Proses manajemen sumber daya manusia yang akan dibahas, sebagaimana disampaikan oleh Pigors dan Myers (1961) yaitu menekankan pada; recruitment (pengadaan), maintenance (pemeliharaan) dan development (pengembangan).

Pengadaan Sumber Daya Manusia
Recruitment disini diartikan pengadaan, yaitu suatu proses kegiatan mengisi formasi yang lowong, mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan sampai dengan pengangkatan dan penempatan. Pengadaan yang dimaksud disini lebih luas maknanya, karena pengadaan dapat merupakan salah satu upaya dari pemanfaatan. Jadi pengadaan disini adalah upaya penemuan calon dari dalam organisasi maupun dari luar untuk mengisi jabatan yang memerlukan SDM yang berkualitas. Jadi bisa berupa recruitment from outside dan recruitment from within.
Recruitment from within merupakan bagian dari upaya pemanfatan SDM yang sudah ada, antara lain melalui pemindahan dengan promosi atau tanpa promosi. Untuk pengadaan pekerja dari luar tahapan seleksi memegang peran penting. Seleksi yang dianjurkan bersifat terbuka (open competition) yang didasarkan kepada standar dan mutu yang sifatnya dapat diukur (measurable). Pada seleksi pekerja baru maupun perpindahan baik promosi dan tanpa promosi, harus memperhatikan unsur-unsur antara lain; kemampuan, kompetensi, kecakapan, pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepribadian.
Tahapan pemanfaatan SDM ini sangat memegang peranan penting, dan merupakan tugas utama dari seorang pimpinan. Suatu hal yang penting disini adalah memanfaatkan SDM atau pekerja secara efisien, atau pemanfaatan SDM secara optimal, artinya pekerja dimanfaatkan sebesar-besarnya namun dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan batas-batas kemungkinan pemanfaatan yang wajar. Orang tidak merasa diperas karena secara wajar pula orang tersebut menikmati kemanfaatannya.
Prinsip pemanfaatan SDM yang terbaik adalah prinsip satisfaction yaitu tingkat kepuasan yang dirasakan sendiri oleh pekerja yang menjadi pendorong untuk berprestasi lebih tinggi, sehingga makin bermanfaat bagi organisasi dan pihak-pihak lain. Pemanfaatan SDM dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang paling mudah dan sederhana sampai cara yang paling canggih. Pemanfaatan SDM perlu dimulai dari tahap pengadaan, dengan prinsip the right man on the right job.

Pemeliharaan Sumber Daya Manusia
Pemeliharaan atau maintenance merupakan tanggung jawab setiap pimpinan. Pemeliharaan SDM yang disertai dengan ganjaran (reward system) akan berpengaruh terhadap jalannya organisasi. Tujuan utama dari pemeliharaan adalah untuk membuat orang yang ada dalam organisasi betah dan bertahan, serta dapat berperan secara optimal. Sumber daya manusia yang tidak terpelihara dan merasa tidak memperoleh ganjaran atau imbalan yang wajar, dapat mendorong pekerja tersebut keluar dari organisasi atau bekerja tidak optimal.
Pemeliharaan SDM pada dasarnya untuk memperhatikan dan mempertimbangkan secara seksama hakikat manusianya. Manusia memiliki persamaan disamping perbedaan, manusia mempunyai kepribadian, mempunyai rasa, karya, karsa dan cipta. Manusia mempunyai kepentingan, kebutuhan, keinginan, kehendak dan kemampuan, dan manusia juga mempunyai harga diri. Hal-hal tersebut di atas harus menjadi perhatian pimpinan dalam manajemen SDM. Pemeliharaan SDM perlu diimbangi dengan sistem ganjaran (reward system), baik yang berupa finansial, seperti gaji, tunjangan, maupun yang bersifat material seperti; fasilitas kendaraan, perubahan, pengobatan, dll dan juga berupa immaterial seperti ; kesempatan untuk pendidikan dan pelatihan, dan lain-lain. Pemeliharaan dengan sistem ganjaran ini diharapkan dapat membawa pengaruh terhadap tingkat prestasi dan produktitas kerja.

Pengembangan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang ada didalam suatu organisasi perlu pengembangan sampai pada taraf tertentu sesuai dengan perkembangan organisasi. Apabila organisasi ingin berkembang seyogyanya diikuti oleh pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia ini dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan.
Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk pengembangaan SDM, terutama untuk pengembangan kemampuan intelektual dan kepribadian. Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang digunakan oleh suatu organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan pekerja yang sudah menduduki suatu jabatan atau tugas tertentu.
Untuk pendidikan dan pelatihan ini, langkah awalnya perlu dilakukan analisis kebutuhan atau need assessment, yang menyangkut tiga aspek, yaitu : (1) analisis organisasi, untuk menjawab pertanyaan : "Bagaimana organisasi melakukan pelatihan bagi pekerjanya", (2) analisis pekerjaan, dengan pertanyaan : " Apa yang harus diajarkan atau dilatihkan agar pekerja mampu melaksanakan tugas atau pekerjaannya" dan (3) analisis pribadi, menekankan "Siapa membutuhkan pendidikan dan pelatihan apa". Hasil analisis ketiga aspek tersebut dapat memberikan gambaran tingkat kemampuan atau kinerja pegawai yang ada di organisasi tersebut.
Kinerja atau performance dipengaruhi oleh beberapa faktor yang disingkat "ACIEVE" yaitu : ability (kemampuan pembawaan), capacity (kemampuan yang dapat dikembangkan), incentive (insentif material dan non-material), environment (lingkungan tempat kerja), validity (pedoman, petunjuk dan uraian kerja) dan evaluation (umpan balik hasil kerja). Dari beberapa faktor di atas, yang dapat diintervensi dengan pendidikan dan pelatihan adalah capasity atau kemampuan pekerja yang dapat dikembangkan, sedangkan faktor lainnya diluar jangkauan pendidikan dan pelatihan.

MANAJEMEN KONFLIK

PENDAHULUAN

Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pasen, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu.

DEFINISI KONFLIK

§ Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi.
§ Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama.



ASPEK POSITIF DALAM KONFLIK

Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
§ Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
§ Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
§ Menumbuhkan semangat baru pada staf.
§ Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
§ Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.

Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

PENYEBAB KONFLIK

Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut:
1. Batasan pekerjaan yang tidak jelas
2. Hambatan komunikasi
3. Tekanan waktu
4. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
5. Pertikaian antar pribadi
6. Perbedaan status
7. Harapan yang tidak terwujud


PENGELOLAAN KONFLIK

Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
1. Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
3. Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
4. Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.

TEKNIK ATAU KEAHLIAN UNTUK MENGELOLA KONFLIK

Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :
q Konflik itu sendiri
q Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
q Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
q Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
q Ketersediaan waktu dan tenaga

STRATEGI :

q Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”

q Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.

q Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.

q Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.



q Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
- Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.
- Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.

PETUNJUK PENDEKATAN SITUASI KONFLIK :
q Diawali melalui penilaian diri sendiri
q Analisa isu-isu seputar konflik
q Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.
q Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
q Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
q Mengembangkan dan menguraikan solusi
q Memilih solusi dan melakukan tindakan
q Merencanakan pelaksanaannya

KASUS

Pada pukul 1 siang, Astuti, seorang kepala ruang bedah menghubungi Apoteker untuk menanyakan mengapa Tn Rahmat tidak diberikan obat untuk persiapan pulang. Dengan meletakan telpon, ia berkata, “saya kecewa dengan kerja mereka, apakah Ia pikir hanya Ia sendiri yang dapat bekerja dan tidak ada staf lain yang mampu mengerjakannya”. Kemudian Asuti melanjutkan kalimatnya, “Saya akan membicarakan hal ini pada seseorang”.

PERTANYAAN:
1. Apa sumber dari konflik yang sedang terjadi ?
2. Jika Anda sebagai kepala ruang/koordinator, yang bertanggung jawab atas situasi yang terjadi, darimana Anda akan memulai mencari pemecahan masalah ini ?
3. Anda dapat memilih satu cara penanggulangan konflik, dan uraikan pendapat anda.
4. Hal positif apa yang dapat diambil dari konflik diatas

EVALUASI

1. Sebutkan definisi konflik?
2. Sebutkan faktor penyebab konflik?
3. Sebutkan aspek positif dari konflik?
4. Sebutkan 2 – 3 strategi pemecahan konflik?
5. Jelaskan langkah – langkah 1 cara pemecahan konflik !


RINGKASAN

Hubungan interpersonal antara perawat dengan, kolega, kelompok, keluarga pasen maupun orang lain dapat merupakan sumber terjadinya konflik, oleh sebab itu perawat harus mengetahui dan memahami manajemen konflik. Penyebab konflik meliputi: ketidakjelasan uraian tugas, gangguan komunikasi, tekanan waktu, standar, kebijakan yang tidak jelas, perbedaan status, dan harapan yang tidak tercapai. Konflik dapat dicegah atau diatur dengan menerapkan disiplin, komunikasi efektif, dan saling pengertian antara sesama rekan kerja.Untuk mengembangkan alternatif solusi agar dapat mencapai satu kesepakatan dalam pemecahan konflik ,diperlukkan komitmen yang sungguh sungguh . Ada beberapa stragtegi yang dapat digunakan, antara lain ; akomodasi, kompetisi, kolaborasi, negosiasi, dan kompromi. Diharapkan Manajer Perawat dapat memahami dan menggunakan keahliannya secara khusus untuk mencegah dan mengatur konflik.

Kamis, 27 Maret 2008

INDIKATOR KINERJA

Pendahuluan

Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis, digunakan "indikator kinerja klinis" sebagai langkah untuk mewujudkan komitmennya guna dapat menilai tingkat kemampuan individu dalam tim kerja. Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh, mau, dan mampu mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor, diperbaiki serta ditingkatkan secara terus menerus. Model pengembangan dan manajemen kinerja klinis (SPMKK) bagi perawat dan bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam organisasi yaitu pada tingkat "First Line Manager", karena produktifitas (jasa) berada langsung ditangan individu-individu dalam kerja tim.

Namun demikian komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut dalam menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan kinerja dalam suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja klinis akan menyentuh langsung faktor -faktor yang menunjukkan indikasi-indikasi obyektif terhadap pelaksanaan fungsi/tugas seorang perawat atau bidan, sejauh mana fungsi dan tugas yang dilakukan memenuhi standar yang ditentukan.
Pengertian Kinerja

Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Para pakar banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum, dan dibawah ini disajikan beberapa diantaranya:
1. Kinerja: adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1993).
2. Kinerja: Keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan (As'ad, 1991)
3. Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986)
4. Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan sesuai dengan tugas dan fungsinya (Gilbert, 1977)

Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu

1. Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya.
2. Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).

Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (out-come). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atan jabatan adalah suatu proses yang mengolah in-put menjadi out-put (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktifitas hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaiannya.


Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang antara lain :

Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang.
Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja
Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system)

Tujuan

1. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun dalam kelompok setinggi tingginya. Peningkatan prestasi kerja perorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja staf.
2. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi pribadi.
3. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan, sehingga terbuka jalur komunikasi dua arah antara pimpinan dan staf.


Kinerja Klinis

Pengembangan dan managemen kinerja pada dasarnya sebuah proses dalam managemen sumber daya manusia. Implikasi dari kata "manajemen" berarti proses diawali dengan penetapan tujuan dan berakhir dengan evaluasi. Kata "klinis" menunjukkan bahwa kegiatan yang dilaksanakan berada pada tatanan pelayanan langsung kepada asuhan pasen.
Secara garis besar ada lima kegiatan utama yaitu:
1. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh seorang perawat/bidan dan disepakati oleh atasannya. Rumusan ini mencakup kegiatan yang dituntut untuk memberikan kontribusi berupa hasil kerja (outcome).

2. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu, termasuk penetapan standar prestasi dan tolak ukurnya.
3. Melakukan "monitoring", koreksi, memfasilitasi serta memberi kesempatan untuk perbaikan.
4. Menilai prestasi perawat/bidan tersebut dengan cara membandingkan prestasi aktual dengan standar yang telah ditetapkan.
5. Memberikan umpan balik kepada perawat/bidan yang dinilai berhubungan dengan seluruh hasil penilaian. Pada kesempatan tersebut atasan dan staf mendiskusikan kelemahan dan cara perbaikannya untuk meningkatkan prestasi berikutnya.

Pengertian Indikator

Ada beberapa pengertian yang disampaikan oleh para pakar antara lain:
1. Indikator adalah pengukuran tidak langsung suatu peristiwa atau kondisi. Contoh: berat badan bayi dan umurnya adalah indikator status nutrisi dari bayi tersebut ( Wilson & Sapanuchart, 1993).
2. Indikator adalah variabel yang mengindikasikan atau menunjukkan satu kecenderungan situasi, yang dapat dipergunakan untuk mengukur perubahan (Green, 1992).
3. Indikator adalah variable untuk mengukur suatu perubahan baik langsung maupun tidak langsung (WHO, 1981)

Ada dua kata kunci penting dalam pengertian tersebut diatas adalah pengukuran dan perubahan. Untuk mengukur tingkat hasil suatu kegiatan digunakan "indikator" sebagai alat atau petunjuk untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan kepada pasen dan proses-proses kunci serta spesifik disebut indikator klinis. Indikator klinis adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan pasen dan berdampak terhadap pelayanan. Indikator tidak dipergunakan secara langsung untuk mengukur kualitas pelayanan, tetapi dapat dianalogikan sebagai "bendera" yang menunjuk adanya suatu masalah spesifik dan memerlukan monitoring dan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan, mungkin tidak relevan mengukurnya dengan ukuran kuantitatif untuk mengambil suatu keputusan. Sebagai contoh dalam komunikasi: bagaimana kualitas komunikasi interpersonal antara perawat - pasen, maka pengukurannya adalah melalui observasi langsung untuk mengetahui bagaimana kualitas interaksinya. Monitoring dilakukan terhadap indikator kunci guna dapat mengetahui penyimpangan atau prestasi yang dicapai. Dengan demikian setiap individu akan dapat menilai tingkat prestasinya sendiri (self assesment).

Indikator Memiliki Karakteristik sebagai berikut :

1. Sahih (Valid) artinya indikator benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek-aspek yang akan dinilai.
2. Dapat dipercaya (Reliable): mampu menunjukkan hasil yang sama pada saat yang berulang kali, untuk waktu sekarang maupun yang akan datang.
3. Peka (Sensitive): cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu banyak.
4. Spesifik (Specific) memberikan gambaran prubahan ukuran yang jelas dan tidak tumpang tindih.
5. Relevan: sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal contoh: pada unit bedah indikator yang dibuat berhubungan dengan pre-operasi dan post-operasi.

Klasifikasi Indikator

Sistem klasifikasi indicator didasarkan atas kerangka kerja yang logis dimana kontinuum masukan (input) pada akhirnya mengarah pada luaran (outcomes).
Indikator input merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas al: personel, alat/fasilitas, informasi, dana, peraturan/kebijakan.
Indikator proses adalah memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan.
Indikator output : mengukur hasil meliputi cakupan, termasuk pengetahuan, sikap, dan perubahan perilaku yang dihasilkan oleh tindakan yang dilakukan. Indikator ini juga disebut indicator effect.
Indikator outcome : dipergunakan untuk menilai perubahan atau dampak (impact) suatu program, perkembangan jangka panjang termasuk perubahan status kesehatan masyarakat/penduduk.

Ilustrasi dari kontinuum indikator dengan contoh kegiatan imunisasi: Input meliputi peralatannya, vaksin dan alat proteksi dan staf yang terlatih, proses adalah kegiatan dalam melakukan aktifitas pemberian imunisasi, output meliputi cakupan pemberian meningkat adalah (output), dan outcome adalah dampaknya sebagai efek output antara lain menurunnya morbiditas dan mortalitas dari upaya pencegahan penyakit melalui immunisasi (outcome)

Indikator Kinerja Klinis

Mengidentifikasi indikator yang tepat untuk suatu tindakan klinis yang memerlukan pertimbangan yang selektif dan membangun konsesus diantara manager lini pertama (First Line Manager) dan staf, sehingga apa yang akan dimonitor dan dievaluasi akan menjadi jelas bagi kedua belah pihak.

Pengukuran Indikator Kinerja Klinis

Untuk menilai keberhasilan suatu kegiatan pelayanan keperawatan/kebidanan dipergunakan indikator kinerja klinis. Indikator adalah pengukuran kuantitatif, umumnya pengukuran kuantitatif meliputi numerator dan denominator. Numerator adalah suatu data pembilang dari suatu peristiwa (events) yang yang sudah diukur. Denominator data penyebut adalah jumlah target sasaran atau jumlah seluruh pasen yang menjadi sasaran pemberian asuhan/pelayanan. Contoh data denominator di puskesmas: populasi sasaran dalam satu wilayah seperti: jumlah balita, bumil, bayi baru lahir. Indikator yang meliputi denominator sangat berguna untuk memonitor perubahan dan membandingkan tingkat keberhasilan suatu area dengan area lain pada suatu wilayah.

Cara pengukuran ini disebut dengan proprosi. Tetapi dalam kondisi tertentu indikator tanpa denominator (hanya data pembilang) sangat berarti untuk kejadian jarang atau langka tetapi penting misalnya kematian ibu. Indikator dapat dikategorikan serius dari peristiwa yang diukur. Bila peristiwa tersebut dinilai sangat berbahaya atau berdampak luas, walaupun frekuensinya rendah, maka diperlukan pengawasan atau monitoring yang lebih intens untuk perbaikan yang lebih cepat

Indikator adalah suatu peristiwa (event) atau suatu kondisi. Untuk mengukur suatu peristiwa yang terjadi, maka peristiwa tersebut dibandingkan dengan sejumlah peristiwa yang universal.

Misalnya pemasangan infus (IV terapi) yang menimbulkan pleibitis adalah suatu peristiwa (numerator) dan pemasangan infus merupakan kegiatan yang dilakukan pada sejumlah pasen yang memerlukan tindakan pemasangan infus adalah peristiwa yang universal (denominator). Indikator klinis yang dirumuskan dalam hal ini adalah tidak terjadi pleibitis setelah 3x24 jam sejak pemasangan contoh dibawah ini dapat dihitung dalam proporsi sebagai berikut:



Jumlah pasen dengan Intra Vena terapi terkena plebitis _____________________________________________ X100 %

Jumlah semua pasen dengan IV terapi



Waktu yang dipergunakan dalam pengukuran indikator bisa harian, mingguan, bulanan, besarnya masalah atau situasi. Indikator yang baik diperoleh dari standar tertulis, tanpa standar yang tertulis, akan sangat sulit menyusun indikator yang relevan. Oleh karena itu sebaiknya perangkat berupa standar tertulis perlu dipersiapkan organisasasi.


Pengumpulan data indikator kinerja

Pengumpulan data indikator merupakan tulang punggung dari program pengukuran kinerja. Hal tersebut hanya dapat dikembangkan melalui sistem manajemen informasi yang t.epat; dimana pengumpulan data, pengorganisasian serta reaksi terhadap data kinerja direncanakan dan diorganisir secara sistematik, sehingga dapat memberikan makna terhadap perubahan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan dalam suatu organisasi.

Ada enam sasaran kunci pengumpulan data kinerja:
(1) menata sistem informasi yang akurat yang mendasari keputusan mendatang,
(2) menghindari aspek hukum yang berkaitan dengan pengukuran dan hasil data yang dikumpulkan,
(3) menemukan lingkungan tepat yang dapat memberikan peluang untuk melakukan tindakan,
(4) menumbuhkan motivasi staf dan merencanakan peningkatan kinerja itu sendiri,
(5) mengumpukan data interval secara reguler terhadap­ proses-proses kritis, dalam upaya mempertahankan kinerja yang sudah meningkat,
(6) mengumpulkan data obyektif dan subyektif.

Rancangan sistem pengumpulan data kinerja untuk mencapai sasaran harus mempertimbangkan masalah atau isue yang ada. Siapa yang harus mengumpulkan data? Apa tujuan pengumpulan data? Apa sumber datanya? Berapa banyak data harus dikumpulkan? Apa alat yang akan digunakan? Penyimpangan apa yang terjadi?

Evaluasi data penyimpangan kinerja melalui indikator kinerja klinis adalah satu bagian penting dari dalam peningkatan kinerja. Ada dua jenis penyimpangan; pertama penyebab umum terjadinya penyimpangan, erat kaitannya dengan penyimpangan minor yang terjadi dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan tanpa memperdulikan sistem yang sudah mapan. Penyebab penyimpangan kinerja staf juga bisa terjadi karena, sistem atau prosedur yang tidak jelas, keterbatasan fasilitas. Oleh karena itu, keterbatasan sumber-sumber untuk mendeteksi penyebab dalam setiap penyimpangan minor masih dapat ditoleransi. Kedua penyebab khusus: terjadinya penyimpangan kinerja disebabkan karena, kesalahan staf itu sendiri, kurang pengetahuan dan ketrampilan, kemampuan yang kurang dalam pemeliharaan peralatan. Target suatu indikator adalah menggunakan deviasi standar untuk mengidentifikasi penyebab penyimpangan. Penyebab khusus terjadinya penyimpangan lebih mudah dikoreksi dari pada penyebab umum. Sebagai contoh: keharusan mencuci tangan secara rutin mungkin meningkat drastis, apabila staf menyadari dan menerima bahwa praktek cuci tangan penting untuk meningkatkan mutu kinerja dan akan dimonitor atau dievaluasi.

Indikator diarahkan sebanyak mungkin pada tindakan. Pada banyak organisasi, informasi yang diperoleh dari indikator akan memerlukan tindak lanjut melalui investigasi: seperti kunjungan supervisi untuk mengumpulkan lebih banyak data kualitatatif, survey khusus sebelum mengarah pada suatu pengambilan keputusan.

Tugas

Bagi peserta dalam kelompok perawat dan bidan puskesmas dan Rumah Sakit.
Tiap kelompok mengidentifikasi satu fungsi dan diterjemahkan kedalam kegiatan-kegiatan.
Buatlah indikator untuk setiap jenis kegiatan tersebut, dan pilih indikator kunci dari seluruh kegiatan tersebut
Presentasikan hasil diskusi, bila ada koreksi lakukan perbaikan.

Kesimpulan

Mengukur kinerja perawat dan bidan dengan menggunakan indikator kinerja klinis merupakan suatu langkah yang mempunyai keuntungan ganda. Pertama, cara ini akan memberikan kesempatan bagi staf perawat dan bidan untuk melakukan "self assessment“ sehingga dapat mengetahui tingkat kemampuannya, dan berusaha untuk memperbaikinya. Peningkatan kemampuan dan produktifitas individu-individu akan memberikan kontribusi peningkatan mutu pelayanan pada organisasinya yang bermuara. pada kepuasan pasen dan staf. Sistem penilaian kinerja dengan indikator kunci akan memberikan kesempatan kepada manager dan staf untuk melakukan komunikasi interpersonal yang efektif, sehingga secara bersama.-sama dapat dilakukan evaluasi dan perbaikan yang mengarah pada perbaikan kinerja dan bermuara pada peningkatan mutu pelayanan.

Evaluasi Proses “Indikator“

1. Berikan salah satu pengertian indikator.
2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang?
3. Apa yang dimaksud dengan indikator klinis?
4. Apa saja komponen indikator yang ideal?
5. Apa manfaat dari indikator?


Evaluasi Proses “Kinerja“

1. Apa yang dimaksud dengan kinerja? Sebutkan 2 komponen kinerja.
2. Sebutkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja. seseorang.
3. Sebutkan pengertian indikator klinis?
4. Jelaskan kriteria indikator yang baik.
5. Bagaimana mengukur kinerja dengan indikator klinis?


Referensi

DR. Achmad S. Ruky,(2001) "Sistem Manajemen Kinerja" PT Gramedia, Jakarta.

World Health Organization (2000) "Design and Implementation of Health
Information System", Genewa.

Jacqueline M.Katz and Eleanor Green (1997), "Managing Quality, A Guide to
System Wide Performance Management in Health Care", Mosby Year Book.

The Agha Khan Foundation USA (1993), The PHC MAP Series of Module" Monitoring and Evaluating Programs".

5. WHO dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI "Petunjuk Pelaksanaan Mutu Pelayanan Rumah sakit“, Jakarta 1998

TANGGUNG JAWAB DAN AKONTABILITAS

PENDAHULUAN
Tanggung jawab dan akontabilitas sangat penting dalam menentukan mutu kinerja perawat dan bidan. Hal ini membutuhkan proses mental untuk menjadikan Perawat dan Bidan bekerja secara profesional. Perawat dan bidan harus waspada serta meningkatkan kinerjanya mengingat tanggung jawab dan akontabilitas berhubungan dengan kegiatan atau tindakan mereka. Mereka perlu memonitor dan mengevaluasi semua hasil pekerjaan yang telah dilakukannya, dan selalu berupaya meningkatkan serta menjaga mutu pelayanannya.

PENGERTIAN

Tanggung jawab: mengarah pada kinerja tindakan dari tugas, mencakup tindakan para staf dalam memberikan pelayanan kesehatan untuk kesejahteraan pasen.

Akontabilitas: mengarah pada hasil dari tindakan yang dilakukan. Ini berarti menerima hasil kerja atau tindakan serta tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil, serta tindakan, dan catatan yang dilakukan dalam batas kewenangannya.

KONSEP TANGGUNG JAWAB dan AKONTABILITAS

Tanggung Jawab

Menempatkan kebutuhan pasen di atas kepentingan sendiri.
Melindungi hak pasen untuk memperoleh keamanan dan pelayanan yang berkualitas dari perawat atau bidan.
Selalu meningkatkan pengetahuan, keahlian serta menjaga perilaku dalam melaksanakan tugasnya.
Akontabilitas
Dapat mempertahankan kinerja professional berdasarkan standar yang berlaku.

TANGGUNG JAWAB

Tanggung jawab menunjukkan kewajiban. Ini mengarah kepada kewajiban yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara professional. Manajer dan para staf harus memahami dengan jelas tentang fungsi tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing perawat dan bidan serta hasil yang ingin dicapai dan bagaimana mengukur kualitas kinerja stafnya. Perawat atau bidan yang professional akan bertanggung jawab atas semua bentuk tindakan klinis keperawatan atau kebidanan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya.

Tanggung jawab diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kinerja yang ditampilkan guna memperoleh hasil pelayanan keperawatan atau kebidanan yang berkualitas tinggi. Yang perlu diperhatikan dari pelaksanaan tanggung jawab adalah memahami secara jelas tentang “uraian tugas dan spesifikasinya” serta dapat dicapai berdasarkan standar yang berlaku atau yang disepakati. Hal ini berarti perawat atau bidan mempunyai tanggung jawab yang dilandasi oleh komitmen, dimana mereka harus bekerja sesuai fungsi tugas yang dibebankan kepadanya.

Untuk mempertahankannya, perawat dan bidan hendaknya mampu dan selalu melakukan introspeksi serta arahan pada dirinya sendiri (self-directed), merencanakan pengembangan diri secara kreatif dan senantiasa berusaha meningkatkan kualitas kinerjanya. Hal ini diperlukan agar mereka dapat mengidentifikasi elemen-elemen kritis untuk meningkatkan dan mengembangkan kinerja klinis mereka, guna memenuhi kepuasan pasen dan dirinya sendiri dalam pekerjaannya. Mencatat respon dan perkembangan pasen dengan lengkap dan benar merupakan salah satu tanggung jawab perawat atau bidan dalam melaksanakan tugasnya.

AKONTABILITAS

Akontabilitas adalah mempertanggungjawabkan hasil pekerjaan, dimana “tindakan” yang dilakukan merupakan satu aturan profesional. Oleh karena itu pertanggungjawaban atas hasil asuhan keperawatan atau kebidanan mengarah langsung kepada praktisi itu sendiri. Pada tingkat pelaksana sebagai perawat atau bidan harus memiliki kewenangan dan otonomi (kemandirian) dalam pengambilan keputusan untuk tindakan yang akan mereka lakukan. Manajer ruangan (KARU) bertanggung jawab atas keputusannya terhadap pelaksanaan tugas-tugasnya, termasuk menyeleksi staf, terutama mengarah pada kemampuan kinerja mereka masing-masing. Selanjutnya, setiap perawat atau bidan sebagai anggota tim bertanggung jawab terhadap penugasan yang dilimpahkan kepadanya. Oleh karena itu, setiap perawat atau bidan harus faham terhadap pertanggungjawaban atas tugas yang dibebankan kepadanya. Kepala ruangan wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dari srafnya. Perawat atau bidan professional harus dapat mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukan dalam pencapaian tujuan asuhan keperawatan atau kebidanan kepada pasen. Kepekaan diperlukan terhadap hasil setiap tindakan yang dilakukannya, karena berhubungan dengan tanggung jawab, pendelegasian, kewajiban dan kredibilitas profesinya.

Akontabilitas profesional mempunyai beberapa tujuan, antara lain: (1) Perawat dan bidan harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada pasien, manajer dan organisasi tempat mereka bekerja. (2) Mereka bertanggungjawab terhadap tindakan yang diambil untuk pasen dan keluarganya, masyarakat dan juga terhadap profesinya. (3) Mengevaluasi praktek profesional dan para stafnya. (4) Menerapkan dan mempertahankan standar yang telah ditetapkan dan yang dikembangkan oleh organisasi. (5) Membina ketrampilan personal staf masing-masing. (6) Memastikan ruang lingkup dalam proses pengambilan keputusan secara jelas.

MEKANISME AKONTABILITAS

1. Keperawatan atau Kebidanan Klinis
Kelompok perawat atau bidan bertanggung jawab selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu untuk merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi asuhan keperawatan atau kebidanan untuk sekelompok pasennya. Mereka mempunyai wewenang penting untuk memenuhi tanggung jawabnya. Untuk itu mereka harus memiliki wewenang dalam memenuhi tanggung jawabnya dan harus mampu menerima akontabilitas untuk pencapaian hasil praktek keperawatan atau kebidanan. Kewenangan yang dimiliki perawat atau bidan untuk memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan diarahkan langsung kepada pasen pada setiap saat dalam pelaksanaan tugas. Praktek klinik keperawatan atau kebidanan merupakan instrument yang sudah biasa dilakukan dan dapat dipergunakan dalam mempromosikan praktek profesionalnya. Seorang manajer dapat mengembangkannya melalui dorongan dan kepercayaan terhadap staf perawat atau bidan, agar mereka semakin memiliki kesadaran, dan kemampuan klinis dalam memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi.

2. Etika Perawat / Bidan
Kerangka konsep dan dimensi moral dari suatu tanggung jawab dan akontabilitas dalam praktek klinis keperawatan dan kebidanan didasarkan atas prinsip-prinsip etika yang jelas serta diintegrasikan ke dalam pendidikan dan praktek klinis. Hubungan perawat atau bidan dengan pasen dipandang sebagai suatu tanggung jawab dan akuntabilitas terhadap pasien yang pada hakekatnya adalah hubungan memelihara (caring). Elemen dari hubungan ini dan nilai-nilai etiknya merupakan tantangan yang dikembangkan pada setiap sistem pelayanan kesehatan dengan berfokus pada sumber-sumber yang dimiliki. Perawat atau bidan harus selalu mempertahankan filosofi keperawatan atau kebidanan yang mengandung prinsip-prinsip etik dan moral yang tinggi sebagaimana perilaku memelihara dalam menjalin hubungan dengan pasen dan lingkungannya. Sebagai contoh, ketika seorang perawat/bidan melakukan kesalahan dalam memberikan obat kepada pasen, dia harus secara sportif (gentle) dan rendah hati (humble) berani mengakui kesalahannya. Pada kasus ini dia harus mempertanggungjawabkan kepada: (1) pasen sebagai konsumen, (2) dokter yang mendelegasikan tugas kepadanya, (3) Manajer Ruangan yang menyusun standar atau pedoman praktek yang berhubungan dengan pemberian obat (4) Direktur Rumah Sakit atau Puskesmas yang bertanggung jawab atas semua bentuk pelayanan di lingkungan organisasi tersebut.

Mempertahankan Akontabilitas Profesional dalam Asuhan Keperawatan atau Kebidanan

1. Terhadap Diri Sendiri; (a) Tidak dibenarkan setiap personal melakukan tindakan yang membahayakan keselamatan status kesehatan pasen. (b) Mengikuti praktek keperawatan atau kebidanan berdasarkan standar baru dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi canggih. (c) Mengembangkan opini berdasarkan data dan fakta.

2. Terhadap Klien atau Pasen; (a) Memberikan informasi yang akurat berhubungan dengan asuhan keperawatan atau kebidanan. (b) Memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan berdasarkan standar yang menjamin keselamatan, dan kesehatan pasen.

3. Terhadap Profesinya; (a). Berusaha mempertahankan, dan memelihara kualitas asuhan keperawatan, atau kebidanan berdasarkan standar, dan etika profesi. (b) Mampu dan mau mengingatkan sejawat perawat/bidan untuk bertindak profesional, dan sesuai etik moral profesi.

4. Terhadap Institusi/Organisasi; Mematuhi kebijakan dan peraturan yang berlaku, termasuk pedoman yang disiapkan oleh institusi atau organisasi.

5. Terhadap Masyarakat; Menjaga etika dan hubungan interpersonal dalam memberikan pelayanan keperawatan, atau kebidanan yang berkualitas tinggi.

KESIMPULAN

Tanggung jawab dan akontabilitas memerlukan dasar komitmen yang kuat dalam praktek keperawatan atau kebidanan untuk dapat mengembangkan kemampuannya secara mandiri. Disamping itu diperlukan kemampuan untuk dapat mengarahkan dirinya sendiri, sehingga dapat mengidentifikasikan elemen-elemen kritikal untuk pengembangan atau peningkatan kinerjanya dalam pelaksanaan tugasnya, dalam rangka mempertahankan tercapainya status profesionalnya. Melalui pembelajaran diri secara terus menerus, perawat atau bidan harus senantiasa meningkatkan pengetahuan, kemampuan, serta memelihara perilaku yang etis dan professional untuk menghasilkan kinerja klinis yang berkualitas tinggi.

Hal tersebut akan tercapai apabila semua fungsi tugas dan kegiatan dilandasi etika dan standar dengan memanfaatkan dan menerapkan mekanisme akontabilitas untuk memenuhi kepuasan pasen dan kepuasan bekerja.


KEPUSTAKAAN


Patricia A. Potter and Anne G.Perry ,1989 “ Fundamental Of Nursing, Concepts, Process ,and Practice, The Mosby Company,USA.

Ann Marine- Tomey R.N,Ph.D,FAAN, 1992” Guide To Nursing Management and Leadership “ Mosby Company ,USA.

Selasa, 25 Maret 2008

DISIPLIN KERJA

PENDAHULUAN

Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, digunakan terutama untuk memotivasi pegawai agar dapat mendisiplinkan diri dalam melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok. Disamping itu disiplin bermanfaat mendidik pegawai untuk mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik.
Kurang pengetahuan tentang peraturan, prosedur, dan kebijakan yang ada merupakan penyebab terbanyak tindakan indisipliner. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut pihak pimpinan sebaiknya memberikan program orientasi kepada tenaga perawat/bidan yang baru pada hari pertama mereka bekerja, karena perawat/bidan tidak dapat diharapkan bekerja dengan baik dan patuh, apabila peraturan/prosedur atau kebijakan yang ada tidak diketahui, tidak jelas, atau tidak dijalankan sebagai mestinya. Selain memberikan orientasi, pimpinan harus menjelaskan secara rinci peraturan peraturan yang sering dilanggar, berikut rasional dan konsekwensinya. Demikian pula peraturan/prosedur atau kebijakan yang mengalami perubahan atau diperbaharui, sebaiknya diinformasikan kepada staf melalui diskusi aktif.
Tindakan disipliner sebaiknya dilakukan, apabila upaya pendidikan yang diberikan telah gagal, karena tidak ada orang yang sempurna. Oleh sebab itu, setiap individu diizinkan untuk melakukan kesalahan dan harus belajar dari kesalahan tersebut. Tindakan indisipliner sebaiknya dilaksanakan dengan cara yang bijaksana sesuai dengan prinsip dan prosedur yang berlaku menurut tingkat pelanggaran dan klasifikasinya.




PENGERTIAN

§ Disiplin berasal dari akar kata “disciple“ yang berarti belajar.
Disiplin merupakan arahan untuk melatih dan membentuk seseorang melakukan sesuatu menjadi lebih baik.
§ Disiplin adalah suatu proses yang dapat menumbuhkan perasaan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan tujuan organisasi secara obyektif, melalui kepatuhannya menjalankan peraturan organisasi.

Sanksi indisipliner dilakukan untuk mengarahkan dan memperbaiki perilaku pegawai dan bukan untuk menyakiti. Tindakan disipliner hanya dilakukan pada pegawai yang tidak dapat mendisiplinkan diri, menentang/tidak dapat mematuhi praturan/prosedur organisasi. Melemahnya disiplin kerja akan mempengaruhi moral pegawai maupun pelayanan pasen secara langsung, oleh karena itu tindakan koreksi dan pencegahan terhadap melemahnya peraturan harus segera diatasi oleh semua komponen yang terlibat dalam organisasi.

Pengembangan Disiplin

Asumsi : Tidak ada orang yang sempurna, oleh sebab itu setiap individu diizinkan untuk melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahan tersebut. Tindakan koreksi dilakukan apabila individu tidak dapat mematuhi peraturan sesuai standar minimal atau tidak dapat meningkatkan tujuan organisasi.

PRINSIP-PRINSIP Disiplin

1. Pemimpin mempunyai prilaku positif
Untuk dapat menjalankan disiplin yang baik dan benar, seorang pemimpin harus dapat menjadi role model/panutan bagi bawahannya. Oleh karena itu seorang pimpinan harus dapat mempertahankan perilaku yang positif sesuai dengan harapan staf.

2. Penelitian yang Cermat
Dampak dari tindakan indisipliner cukup serius, pimpinan harus memahami akibatnya. Data dikumpulkan secara faktual, dapatkan informasi dari staf yang lain, tanyakan secara pribadi rangkaian pelanggaran yang telah dilakukan, analisa, dan bila perlu minta pendapat dari pimpinan lainnya.

3. Kesegeraan
Pimpinan harus peka terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh bawahan sesegera mungkin dan harus diatasi dengan cara yang bijaksana. Karena, bila dibiarkan menjadi kronis, pelaksanaan disiplin yang akan ditegakkan dapat dianggap lemah, tidak jelas, dan akan mempengaruhi hubungan kerja dalam organisasi tersebut.

4. Lindungi Kerahasiaan (privacy)
Tindakan indisipliner akan mempengaruhi ego staf, oleh karena itu akan lebih baik apabila permasalahan didiskusikan secara pribadi, pada ruangan tersendiri dengan suasana yang rileks dan tenang. Kerahasiaan harus tetap dijaga karena mungkin dapat mempengaruhi masa depannya .

5. Fokus pada Masalah.
Pimpinan harus dapat melakukan penekanan pada kesalahan yang dilakukan bawahan dan bukan pada pribadinya, kemukakan bahwa kesalahan yang dilakukan tidak dapat dibenarkan.

6. Peraturan Dijalankan Secara Konsisten
Peraturan dijalankan secara konsisten, tanpa pilih kasih. Setiap pegawai yang bersalah harus dibina sehingga mereka tidak merasa dihukum dan dapat menerima sanksi yang dilakukan secara wajar.



7. Fleksibel
Tindakan disipliner ditetapkan apabila seluruh informasi tentang pegawai telah di analisa dan dipertimbangkan. Hal yang menjadi pertimbangan antara lain adalah tingkat kesalahannya, prestasi pekerjaan yang lalu, tingkat kemampuannya dan pengaruhnya terhadap organisasi

8. Mengandung Nasihat
Jelaskan secara bijaksana bahwa pelanggaran yang dilakukan tidak dapat diterima. File pegawai yang berisi catatan khusus dapat digunakan sebagai acuan, sehingga mereka dapat memahami kesalahannya.

9. Tindakan Konstruktif
Pimpinan harus yakin bahwa bawahan telah memahami perilakunya bertentangan dengan tujuan organisasi dan jelaskan kembali pentingnya peraturan untuk staf maupun organisasi. Upayakan agar staf dapat merubah perilakunya sehingga tindakan indisipliner tidak terulang lagi.

10. Follow Up (Evaluasi)
Pimpinan harus secara cermat mengawasi dan menetapkan apakah perilaku bawahan sudah berubah. Apabila perilaku bawahan tidak berubah, pimpinan harus melihat kembali penyebabnya dan mengevaluasi kembali batasan akhir tindakan indisipliner.


TUJUAN disiplin

Difokuskan untuk mengoreksi penampilan kerja agar peraturan kerja dapat diberlakukan secara konsisten. Tidak bersifat menghakimi dalam memberlakukan hukuman atas tindakan indisipliner.

MEMBANGUN TIM


PENGERTIAN

Team building adalah suatu upaya yang dibuat secara sadar untuk mengembangkan kerja kelompok dalam suatu organisasi. Ahli-ahli ilmu sosial menyebut kelompok adalah suatu kumpulan orang yang terdiri dari dua atau lebih yang berinteraksi dengan stabil dan diantara mereka mempunyai tujuan yang sama serta menganggap kelompok itu sebagai kelompoknya sendiri (merasa memiliki). Walaupun tak dapat disangkal bahwa ada beberapa kegiatan/aktifitas yang mungkin lebih efisien bila dikerjakan oleh perseorangan, namun banyak sekali masalah yang bersifat terlalu luas dan terlalu kompleks untuk ditangani oleh satu orang. Dalam hal ini kerja team pada manajemen dapat memberikan hasil akhir yang lebih efektif dibanding dengan kerja perorangan.

KARAKTERISTIK KELOMPOK/TIM

Karakteristik Kelompok atau Tim:
1. Terdiri dari dua orang atau lebih dalam interaksi sosial baik secara verbal maupun non verbal.
2. Anggota kelompok harus mempunyai pengaruh satu sama lain supaya dapat diakui menjadi anggota suatu kelompok.
3. Mempunyai struktur hubungan yang stabil sehingga dapat menjaga anggota kelompok secara bersama dan berfungsi sebagai suatu unit.
4. Anggota kelompok adalah orang yang mempunyai tujuan atau minat yang sama.
5. Individu yang tergabung dalam kelompok, saling mengenal satu sama lain serta dapat membedakan orang-orang yang bukan anggota kelompoknya.


Mengapa Diperlukan Team Building ?

Pada prinsipnya kita memerlukan team building untuk memperbaiki kinerja kelompok yang kita miliki, namun ada beberapa kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan team building, antara lain:
1. Kondisi kelompok yang memerlukan peningkatan moralitas dan hasil kerja tim.
2. Pucuk pimpinan yang jarang berfikir dan bertindak sebagai bagian sebuah kelompok.
3. Terjadi kurang pengertian antar sesama anggota kelompok, tidak ada arahan dan semangat kerja yang timbul dalam suatu kelompok, sehingga kelompok kehilangan arah kerja.
4. Dalam kelompok baru dimana terdapat beberapa individu yang menonjol tapi tidak dapat bekerja bersama dalam kelompok.
5. Kurangnya rasa percaya diri antar sesama anggota tim, tidak dapat dicapai kesepakatan terhadap tujuan bersama tim dan adanya ketidaktahuan akan kemungkinan peluang yang dapat dilakukan oleh anggota tim.

MANFAAT MEMBANGUN TIM

Team building yang dilakukan secara benar dan berkesinambungan akan memberikan hasil perubahan yang seringkali jauh lebih baik dari dugaan semula.

Manfaat atau hasil yang dirasakan :
Bagi pimpinan tim /kelompok:
1. Pimpinan tim akan menjadi lebih kuat dan lebih efektif
2. Pimpinan tim mampu menyesuaikan gaya kepimimpinannya, dengan lebih memperhatikan kepentingan dan tanggung jawab kelompok dibandingkan kepentingan pribadi
3. Terdapat apresiasi yang lebih besar dari pimpinan tim terhadap kebutuhan anggota tim dan bagian-bagian dalam tim.
4. Pimpinan menjadi lebih mampu untuk berkomunikasi secara langsung kepada anggota tim sehingga terjadi hubungan pengertian yang lebih baik antara pimpinan dan anggota tim.
5. Pimpinan tim memiliki inisiatif untuk lebih memahami prakasa anggotanya.
6. Pimpinan mempunyai komitmen yang lebih tinggi terhadap sasaran kerja dan memiliki harapan yang lebih besar.

Bagi individu anggota tim /kelompok
1. Sebagian besar individu memiliki pendekatan yang lebih persuasif, toleransi menjadi lebih tinggi dan memiliki kepercayaan untuk mengajukan argumentasi tanpa terikat oleh hirarki.
2. Komunikasi dan dialog antar sesama anggota kelompok menjadi lebih bebas dan terbuka, yang selama ini menjadi salah satu hambatan utama dalam perkembangan kelompok.
3. Terdapat “ruang “ yang lebih terbuka untuk mengakui beberapa kelemahan-kelemahan pribadi, bahkan kadangkala tidak jarang yang mengundurkan diri karena kesadaran diri (ini bukan penyelesaian yang diharapkan).
4. Banyak masalah antar pribadi sesama anggota tim/kelompok yang selama ini mengganjal dapat dipecahkan dengan lebih mudah karena keterbukaan semua anggota tim.

Bagi pelaksanaan kerja tim/kelompok
1. Pertemuan tim/kelompok menjadi lebih terstruktur dan efektif.
2. Hasil yang diperoleh lebih dapat diterima dan terdistribusi dengan baik kepada sesama peserta.
3. Terjadi perbaikan kerja dalam mencapai sasaran, peningkatan kemampuan dalam mengevaluasi individu dan kelompok dengan cara yang lebih profesional.
4. Tingkat komunikasi dalam dan antar kelompok menjadi lebih komprehensif dan efektif, walaupun dalam kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.
5. Komitmen yang lebih kuat terhadap sasaran-sasaran baru.
6. Terciptanya otonomi yang lebih besar pada tingkat manajer.Lebih banyak waktu digunakan untuk bekerja sama dengan kolega dan bekerja sama dalam mencapai tujuan.

ETIK DAN MORAL DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN

PENDAHULUAN

Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan atau kebidanan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dan kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi.
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan akan tercermin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana nilai-nilai pasen selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.

ETIKA, MORAL DAN NILAI-NILAI

Pengertian:

§ Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku.

§ Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti Kode Etik PPNI atau IBI.
§ Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal.

§ Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek profesional

NILAI-NILAI ESENSIAL DALAM PROFESI

Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing” melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai esensial dalam praktek keperawatan profesional. Perkumpulan ini mengidentifikasikan 7 nilai-nilai esensial dalam kehidupan profesional, yaitu:
1. Aesthetics (keindahan): Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian.
2. Altruism (mengutamakan orang lain): Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan.
3. Equality (kesetaraan): Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi
4. Freedom (Kebebasan): memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri.
5. Human dignity (Martabat manusia): Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan.

6. Justice (Keadilan): Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk
objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.
7. Truth (Kebenaran): Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang rasional.

PENGEMBANGAN DAN TRANSMISI NILAI-NILAI

Individu tidak lahir dengan membawa nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini diperoleh dan berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta budaya sepanjang perjalanan hidupnya. Mereka belajar dari keseharian dan menentukan tentang nilai-nilai mana yang benar dan mana yang salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai tersebut diambil dengan berbagai cara antara lain: (1) Model atau contoh, dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik atau buruk melalui observasi perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat dan masyarakat lingkungannya dimana dia bergaul; (2) Moralitas diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi tempatnya bekerja dan memberikan ruang dan waktu atau kesempatan kepada individu untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang berbeda; (3) Sesuka hati adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang terarah dan sangat tergantung kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan memilih serta mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut menurut kemauan mereka sendiri. Hal ini lebih sering disebabkan karena kurangnya pendekatan, atau tidak adanya bimbingan atau pembinaan sehingga dapat menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi individu tersebut; (4) Penghargaan dan Sanksi; Perlakuan yang biasa diterima seperti: mendapatkan penghargaan bila menunjukkan perilaku yang baik, dan sebaliknya akan mendapat sanksi atau hukuman bila menunjukkan perilaku yang tidak baik; (5) Tanggung jawab untuk memilih; adanya dorongan internal untuk menggali nilai-nilai tertentu dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu, adanya dukungan dan bimbingan dari seseorang yang akan menyempurnakan perkembangan sistem nilai dirinya sendiri.


KLARIFIKASI NILAI-NILAI (VALUES)

Klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana seseorang dapat mengerti sistem nilai-nilai yang melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan proses yang memungkinkan seseorang menemukan sistem perilakunya sendiri melalui perasaan dan analisis yang dipilihnya dan muncul alternatif-alternatif, apakah pilihan–pilihan ini yang sudah dianalisis secara rasional atau merupakan hasil dari suatu kondisi sebelumnya (Steele&Harmon, 1983). Klarifikasi nilai-nilai mempunyai manfaat yang sangat besar didalam aplikasi keperawatan dan kebidanan. Ada tiga fase dalam klarifikasi nilai-nilai individu yang perlu dipahami oleh perawat dan bidan.

Pilihan: (1) Kebebasan memilih kepercayaan serta menghargai keunikan bagi setiap individu; (2) Perbedaan dalam kenyataan hidup selalu ada perbedaan-perbedaan, asuhan yang diberikan bukan hanya karena martabat seseorang tetapi hendaknya perlakuan yang diberikan mempertimbangkan sebagaimana kita ingin diperlakukan. (3) Keyakinan bahwa penghormatan terhadap martabat seseorang akan merupakan konsekuensi terbaik bagi semua masyarakat.

Penghargaan: (1) Merasa bangga dan bahagia dengan pilihannya sendiri (anda akan merasa senang bila mengetahui bahwa asuhan yang anda berikan dihargai pasen atau klien serta sejawat) atau supervisor memberikan pujian atas keterampilan hubungan interpersonal yang dilakukan; (2) Dapat mempertahankan nilai-nilai tersebut bila ada seseorang yang tidak bersedia memperhatikan martabat manusia sebagaimana mestinya.

Tindakan (1) Gabungkan nilai-nilai tersebut kedalam kehidupan atau pekerjaan sehari-hari; (2) Upayakan selalu konsisten untuk menghargai martabat manusia dalam kehidupan pribadi dan profesional, sehingga timbul rasa sensitif atas tindakan yang dilakukan.
Semakin disadari nilai-nilai profesional maka semakin timbul nilai-nilai moral yang dilakukan serta selalu konsisten untuk mempertahankannya. Bila dibicarakan dengan sejawat atau pasen dan ternyata tidak sejalan, maka seseorang merasa terjadi sesuatu yang kontradiktif dengan prinsip-prinsip yang dianutnya yaitu; penghargaan terhadap martabat manusia yang tidak terakomodasi dan sangat mungkin kita tidak lagi merasa nyaman. Oleh karena itu, klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana kita perlu meningkatkan serta konsisten bahwa keputusan yang diambil secara khusus dalam kehidupan ini untuk menghormati martabat manusia. Hal ini merupakan nilai-nilai positif yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari dan dalam masyarakat luas.

PELAKSANAAN ETIK DAN MORAL DALAM PELAYANAN KLINIS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

Aplikasi dalam praktek klinis bagi perawat/bidan diperlukan untuk menempatkan nilai-nilai dan perilaku kesehatan pada posisinya. Perawat/bidan bisa menjadi sangat frustrasi bila membimbing atau memberikan konsultasi kepada pasen yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku kesehatan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pasen kurang memperhatikan status kesehatannya. Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat/bidan adalah berusaha membantu pasen untuk mengidentifikasi nilai-nilai dasar kehidupannya sendiri.
Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan kasus sebagai berikut: Seorang pengusaha yang sangat sukses dan mempunyai akses di luar dan dalam negeri sehingga dia menjadi sibuk sekali dalam mengelola usahanya. Akibat kesibukannya dia sering lupa makan sehingga terjadi perdarahan lambung yang menyebabkan dia perlu dirawat di rumah sakit. Selain itu dia juga perokok berat sebelumnya. Ketika kondisinya telah mulai pulih perawat berusaha mengadakan pendekatan untuk mempersiapkannya untuk pulang. Namun perawat menjadi kecewa, karena pembicaraan akhirnya mengarah pada keberhasilan serta kesuksesannya dalam bisnis. Kendati demikian upaya tersebut harus selalu dilakukan dan kali ini perawat menyusun list pertanyaan dan mengajukannya kepada pasen tersebut. Pertanyaannya, “Apakah tiga hal yang paling penting dalam kehidupan bapak dari daftar dibawah ini ?” Pasen diminta untuk memilih atas pertanyaan berikut:
1. Bersenang-senang dalam kesendirian (berpikir, mendengarkan musik atau membaca).
2. Meluangkan waktu bersama keluarga.
3. Melakukan aktifitas seperti: mendaki gunung, main bola atau berenang.
4. Menonton televisi.
5. Membantu dengan sukarela untuk kepentingan orang lain.
6. Menggunakan waktunya untuk bekerja.
Langkah berikutnya adalah mengajaknya untuk mendiskusikan prioritas yang dibuat berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya, dengan mengikuti klarifikasi nilai-nilai sebagai berikut:
1. Memilih: Setelah menggali aspek-aspek berdampak terhadap kesehatan pasen, misalnya stress yang berkepanjangan dapat mengganggu kesehatan dan mengganggu aktifitasnya, maka sarankan kepadanya memilih secara bebas nilai-nilai kunci yang dianutnya. Bila dia memilih masalah kesehatannya, maka hal ini menunjukkan tanda positif.
2. Penghargaan: Berikan dukungan untuk memperkuat keinginan pasen dan promosikan nilai-nilai tersebut dan bila memungkinkan dapatkan dukungan dari keluarganya. Contoh: istri dan anak anda pasti akan merasa senang bila anda memutuskan untuk berhenti merokok serta mengurangi kegiatan bisnis anda, karena dia sangat menghargai kesehatan anda.
3. Tindakan: Berikan bantuan kepada pasen untuk merencanakan kebiasaan baru yang konsisten setelah memahami nilai-nilai pilihannya. Minta kepada pasen untuk memikirkan suatu cara bagaimana nilai tersebut dapat masuk dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata yang perlu diucapkan perawat/bidan kepada pasennya: “Bila anda pulang, anda akan menemukan cara kehidupan yang berbeda, dan anda menyatakan ingin mulai menggunakan waktu demi kesehatan anda”.

PERILAKU ETIS PROFESIONAL

Perawat atau bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat atau bidan, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat atau bidan mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat atau bidan seringkali menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan /kebidanan.

Pendekatan Berdasarkan Prinsip

Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam bio etika untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika biomedik antara lain; (1) Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi setiap orang: (2) Menghindarkan berbuat suatu kesalahan; (3) Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya; (4) Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi.
Dilema etik muncul ketika ketaatan terhadap prinsip menimbulkan penyebab konflik dalam bertindak. Contoh; seorang ibu yang memerlukan biaya untuk pengobatan progresif bagi bayinya yang lahir tanpa otak dan secara medis dinyatakan tidak akan pernah menikmati kehidupan bahagia yang paling sederhana sekalipun. Di sini terlihat adanya kebutuhan untuk tetap menghargai otonomi si ibu akan pilihan pengobatan bayinya, tetapi dilain pihak masyarakat berpendapat akan lebih adil bila pengobatan diberikan kepada bayi yang masih memungkinkan mempunyai harapan hidup yang besar. Hal ini tentu sangat mengecewakan karena tidak ada satu metoda pun yang mudah dan aman untuk menetapkan prinsip-prinsip mana yang lebih penting, bila terjadi konflik diantara kedua prinsip yang berlawanan. Umumnya, pendekatan berdasarkan prinsip dalam bioetik, hasilnya terkadang lebih membingungkan. Hal ini dapat mengurangi perhatian perawat atau bidan terhadap sesuatu yang penting dalam etika.

Pendekatan Berdasarkan Asuhan

Ketidakpuasan yang timbul dalam pendekatan berdasarkan prinsip dalam bioetik mengarahkan banyak perawat atau bidan untuk memandang “care” atau asuhan sebagai fondasi dan kewajiban moral. Hubungan perawat/bidan dengan pasen merupakan pusat pendekatan berdasarkan asuhan, dimana memberikan langsung perhatian khusus

kepada pasen, sebagaimana dilakukan sepanjang kehidupannya sebagai perawat atau bidan. Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara bagaimana perawat/bidan dapat membagi waktu untuk dapat duduk bersama dengan pasen atau sejawat, merupakan suatu kewajaran yang dapat membahagiakan bila diterapkan berdasarkan etika. Karakteristik perspektif dari asuhan meliputi : (1) Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan; (2) Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat klien atau pasen sebagai manusia; (3) Mau mendengarkan dan mengolah saran-saran dari orang lain sebagai dasar yang mengarah pada tanggung-jawab profesional; (4) Mengingat kembali arti tanggung-jawab moral yang meliputi kebajikan seperti: kebaikan, kepedulian, empati, perasaan kasih-sayang, dan menerima kenyataan. (Taylor,1993).

Asuhan juga memiliki tradisi memberikan komitmen utamanya terhadap pasen dan belakangan ini mengklaim bahwa advokasi terhadap pasen merupakan salah satu peran yang sudah dilegimitasi sebagai peran dalam memberikan asuhan keperawatan/kebidanan. Advokasi adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung hak-hak pasen. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban moral bagi perawat atau bidan, dalam menemukan kepastian tentang dua sistem pendekatan etika yang dilakukan yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan asuhan. Perawat atau bidan yang memiliki komitmen tinggi dalam mempraktekkan keperawatan profesional dan tradisi tersebut perlu mengingat hal-hal sbb: (1) Pastikan bahwa loyalitas staf atau kolega agar tetap memegang teguh komitmen utamanya terhadap pasen; (2) berikan prioritas utama terhadap pasen dan masyarakat pada umumnya; (3) Kepedulian mengevaluasi terhadap kemungkinan adanya klaim otonomi dalam kesembuhan pasen. Bila menghargai otonomi, perawat atau bidan harus memberikan informasi yang akurat, menghormati dan mendukung hak pasien dalam mengambil keputusan.



KESIMPULAN

Dalam upaya mendorong profesi keperawatan dan kebidanan agar dapat diterima dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan / kebidanan dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan demikian perawat atau bidan yang menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan atau kebidanan secara etis profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasen, penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan atau kebidanan

EVALUASI

1. Sebutkan pengertian etika dan moral, apa perbedaannya.
2. Apa yang dimaksud dengn transmisi nilai-nilai?
3. Sebutkan 3 fase klarifikasi nilai-nilai dan jelaskan masing-masing!
4. Bagaimana transmisi nilai-nilai profesional diadopsi oleh seorang perawat?
5. Sebutkan 4 karakteristik dalam pendekatan melelui prinsip asuhan!

LATIHAN

A. Kasus Kebidanan
Seorang ibu PP masuk kamar bersalin dalam keadaan inpartu. Sewaktu dilakukan anamnesa dia mengatakan tidak mau di episiotomi. Sekarang ini pasen tersebut berada dalam kala II dan kala II yang berlangsung agak lambat, tetapi ada kemajuan. Perineum masih kaku dan tebal. Keadaan ini dijelaskan kepada ibu oleh bidan, tetapi ibu tetap pada pendiriannya. Sementara waktu berjalan terus dan bjj mulai menunjukkan keadaan yang tidak stabil/fetal distress dan ini mengharuskan bidan untuk mempertimbangkan melakukan episiotomi, tetapi ibu tersebut tidak menggubrisnya. Bidan berharap bayinya selamat. Sementara itu ada bidan yang memberitahukan bahwa dia pernah melakukan hal ini tanpa persetujuan pasen untuk melindungi bayinya. Jika bidan melakukan episiotomi tanpa persetujuan pasen, maka bidan akan dihadapkan kepada sederetan tuntutan.

Diskusikan:
1. Bila bidan melakukan tindakan tanpa persetujuan pasen, bagaimanakah pendapat Anda ditinjau dari segi etik dan moral ?
2. Bila tidak dilakukan, apa yang akan terjadi pada bayinya ? Dan bagaimana sikap Anda terhadap kasus ini ?

B. Kasus Keperawatan
Pasen 35 tahun, wanita, dirawat karena disentri amuba. Diberikan th/ flagil 3 x 2 tablet @ 500 mg. Dari pantauan perawat, obat sudah habis tetapi tidak ada kemajuan, padahal obat selalu dibagikan oleh perawat pagi, siang, sore sebelum makan. Pada saat perawat verbed masuk diketahui ada obat flagil di bawah bantalnya. Setelah ditanyakan, pasen menjawab bahwa obatnya mahal, karena itu ia simpan supaya tidak cepat habis.

Diskusikan:
1. Mengapa hal tersebut bisa terjadi ?
2. Siapa yang bertanggung jawab ?
3. Langkah-langkah apa yang diambil oleh Ka. Ruangan ?


KEPUSTAKAAN

Carol Taylor,Carol Lillies, Priscilla Le Mone, 1997, Fundamental Of Nursing Care, Third Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.

Shirley R.Jones,1994, Ethics In Midwifery , by Mosby – Year Book Europe Ltd.